Mereka bilang, cantik itu subjektif. Tergantung oleh siapa kita dipandang.
Mereka yang bilang begitu, belum tau saja bagaimana rasa tidak percaya diri itu menggerogoti seluruh bagian tubuh dan jiwa. Hingga tidak ada yang tersisa.
Rasa tidak percaya diri yang dipupuk dari luar dan dalam bisa-bisa sudah mengikat hingga menumbuhkan akar.
“Kamu cantik kok! Tidak perlu mendengarkan kata orang lain!”
“Semua perempuan itu cantik. Termasuk kamu!”
“Kenapa kamu tak percaya diri? Kita semua cantik!”
Aku pernah berharap jika kalimat-kalimat yang dilontarkan itu bisa menutup sedikit kecemburuanku terhadap mereka yang berkilau seperti sinar matahari.
Tapi sayang, kalimat-kalimat itu justru berkobar, membakar, dan mengolokku tanpa ada ampun. Fisikku dijadikan candaan, karakterku dijadikan makian, bahkan kehadiranku memberikan beban, katanya.
Aku merasa tidak aman, dan nyaman dengan tubuhku sendiri. Dengan diriku sendiri. Bahkan dengan namaku sendiri.
Rasa malu yang membabat habis rasa percaya diriku ini malah tak gentar memberikan efeknya.
Kalau boleh jujur, sebenarnya lucu sekali jika mengingat bahwa aku tidak merasa aman dan nyaman dengan diriku sendiri.
Maksudku, ini kan diriku. Semua yang ada di dalam diriku, adalah milikku. Bukan orang lain, dan tentu saja bukan milik pengolok-olok itu.
Tapi bukankah itu tujuan mereka? Mungkin, secara sengaja, atau tidak sengaja, mereka mendorongku untuk melihatku jatuh dan tidak bisa berdiri lagi. Tidak bisa menopang diriku dengan kakiku sendiri.
Mereka mendorongku begitu kuat, sehingga membuat aku lupa bagaimana cara untuk bangkit. Bagaimana cara untuk mencintai diriku sendiri. Bagaimana cara untuk menaikkan daguku meski dalam keadaan tak tentu.
Aku tetap merasa tidak aman dan tidak nyaman meski seringkali aku membisikkan pada diriku bahwa apa yang mereka katakan dan lakukan padaku tidak boleh membebaniku.
Aku tetap merasa tidak aman dan tidak nyaman meski aku paham jika masing-masing dari manusia selalu memiliki kekurangan.
Aku membenci dan terus membenci, dan ini membuatku hancur lebur.
Jadi tolong, katakan padaku, apakah rasa tidak aman ini bisa terlepas dari diriku? Atau aku harus bersamanya seumur hidup?